Implementasi Kegiatan Literasi di Sekolah

09.29 Add Comment
Tahapan penumbuhan budaya literasi di sekolah memerlukan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, sertatindak lanjut. Persiapan merupakan kegiatan menyiapkan bahan, personal, dan strategi pelaksanaan. Pelaksanaan merupakan operasionalisasi hal-hal yang telah dipersiapkan. Pemantauan dan evaluasi merupakan kegiatan untuk mengetahui efektivitas kegiatan literasi yang telah dilaksanakan. Tindak lanjut merujuk pada hal-hal yang perlu dilakukan selanjutnya (penyusunan program lanjutan).

A.                 Persiapan
1.            Rapat Koordinasi
Kegiatan ini dilaksanakan untuk membicarakan maksud dan tujuan dilaksanakannya literasi di sekolah. Rapat koordinasi digelar oleh kepala sekolah dan diikuti oleh:
a.      Kepala Sekolah
b.     Para Wakil Kepala Sekolah
c.      Perwakilan Guru dan Karyawan

Tujuan rapat koordinasi ini antara lain:
a.      Pemahaman tentang literasi
b.     Pembentukan tim literasi sekolah (TLS)
c.      Penyusunan garis besar program kerja literasi sekolah  (dilanjutkan oleh TLS)
d.     Persiapan materi sosialisasi literasi           
  
2.            Pembentukan Tim Literasi di Sekolah (TLS)
Kepala sekolah membentuk TLS melalui Surat Keputusan Kepala Sekolah yang menyertakan tugas pokok dan fungsi anggota tim. Susunan anggota TLS disesuaikan dengan kebutuhan sekolah masing-masing. Pembentukan TLS dapat dibaca dalam buku “Manual Pendukung Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama.” (Kisyani-Laksono dkk. 2016).

3.            Sosialisasi
a.         Sosialisasi pada Guru dan Karyawan.
Sosialisasi ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan komitmen guru dan karyawan tentang pelaksanaan kegiatan literasi di sekolah.
b.         Sosialisasi pada Siswa
   Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang literasi, tujuan pelaksanaan literasi, dan mekamisme pelaksanaan literasi.
c.         Sosialisasi pada Komite Sekolah dan Orang Tua Siswa
Sosialisasi pada komite sekolah dan orang tua siswa bertujuan untuk memberitahukan adanya kegiatan literasi di sekolah dan berharap agar komite dan orang tua siswa mendukung kegiatan tersebut. Dalam kegiatan sosialisasi ini diperlukan narasumber yang memahami dan mampu menjelaskan tentang literasi di sekolah.

4.    Persiapan Sarana Prasarana
Untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah diperlukan ekositem sekolah yang literat dengan dukungan sarana dan prasarana  penunjang yang perlu dimiliki oleh sekolah antara lain:
a.      Perpustakaan sekolah (cf. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Parasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
b.     Pojok baca di kelas dan lingkungan sekolah
c.      Jumlah buku sesuai dengan Permendiknas no 24 tahun 2007: (1) Buku teks pelajaran: 1 eksemplar/mata pelajaran/peserta didik,ditambah 2 eksemplar/mata pelajaran/sekolah; (2) Buku panduan pendidik: 1 eksemplar/mata pelajaran/guru mata pelajaran bersangkutan, ditambah 1 eksemplar/mata pelajaran/sekolah; (3) Buku pengayaan: 870 judul/sekolah, terdiri atas 70% nonfiksi dan30% fiksi.Banyak eksemplar/sekolah minimum: 1000 untuk 3--6 rombongan belajar, 1500 untuk 7--12 rombongan belajar, 2000 untuk 13--18 rombongan belajar, 2500 untuk 19--24 rombongan belajar; (4) Buku referensi: 20 judul/SMP; (5) Sumber belajar lain: 20 judul/SMP (Bandingkan dengan Permendikbud No 23 tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal: Satu set buku teks untuk setiap perserta didik dan 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi untuk SMP!).
d.     Web sekolah
e.      Akses internet di lingkungan sekolah
      Spanduk, poster,leaflet, dan/atau brosur penumbuhan budaya literasi 

B.        Pelaksanaan
Pada dasarnya, pelaksanaan GLS dapat dilihat pada tiga hal berikut ini :

1.  mengacu pada perencanaan
2. mengacu pada keterampilan abad XXI dengan lima nilai utama penguatan pendidikan
   karakter (PPK):(1) religius, (2) nasionalis, (3) mandiri,(4) gotong royong, (5) integritas.


Tiga tahapan pelaksanaan GLS di sekolah merupakan dasar untuk membangun dan mengembangkan budaya literasi sekolah, dimulai dari Tahap Pembiasan,  Tahap Pengembangan, sampai pada tahap Pembelajaran. Berikut adalah gambaran tiga tahapan itu.

C.      Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi dilakukan melalui beberapa teknik, antara lain dokumentasi, angket/kuesioner, observasi, dan/atau wawancara. Berikut adalah penggambaran hal itu.

 D.      Tindak Lanjut
Hasil pemantauan dan evaluasi dapat dicermati sebagai bahan refleksi. Tindak lanjut diwujudkan dengan penyusunan perencanaan lanjutan dalam hal kegiatan berliterasi. Jika dalam pengisian instrumen masih ada hal-hal yang “belum” atau kurang, penyusunan rencana lanjut berpumpun (berfokus) pada upaya supaya yang “belum” menjadi “sudah” atau yang kurang menjadi baik. Jika hasil refleksi menunjukkan bahwa semua sudah dilakukan dan semua sudah baik, perlu dilakukan rencana lanjutan untuk mengimbaskan hal tersebut kepada sekolah-sekolah yang ada di sekitar. 

Sumber : Pengembangan Budaya Literasi dan Strategi Literasi dalam Pembelajaran SMP, Kemdikbud, 2017

Mekanisme Implementasi SPMI di Sekolah

08.13 Add Comment
Siklus SPMI terdiri atas: (1) Penetapan mutu sebagai acuan, (2) Pemetaan mutu, (3) Penyusunan rencana pemenuhan mutu, (4) Pelaksanaan pemenuhan mutu, dan (5) Evaluasi/audit mutu. Siklus tersebut harus dilakukan secara berurut dan berkesinambungan.

1. Penetapan Standar Mutu

Standar mutu yang diacu adalah SNP sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003. SNP adalah kriteria minimal dalam penyelenggaraan pendidikan. Satuan pendidikan dapat menetapkan standar di atas SNP apabila penyelenggaraan pendidikan telah memenuhi seluruh kriteria dalam SNP.

2. Pemetaan Mutu

Pemetaan mutu pendidikan merupakan langkah untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan sekolah dalam pencapaian SNP melalui evaluasi diri. Oleh karena itu, pemetaan mutu pendidikan pada satuan pendidikan bersifat diagnostik. Melalui pemetaan mutu yang bersifat diagnostik tersebut satuan pendidikan dapat mengetahui indikator pada standar yang sudah dan yang belum memenuhi SNP.

Pemetaan mutu pendidikan dilaksanakan melalui kegiatan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) berdasarkan SNP. Tahapan pemetaan mutu pendidikan tersebut adalah sebagai berikut: (a) Penyusunan instrumen, (b) Pengumpulan Data, (c) Pengolahan dan analisis data, dan (d) Pembuatan peta mutu.

Luaran dari kegiatan pemetaan mutu pendidikan pada satuan pendidikan adalah: (a) Peta capaian standar nasional pendidikan di satuan pendidikan, sebagai baseline, (b) Masalah-masalah yang dihadapi, dan (c) Rekomendasi perbaikannya. EDS dapat dilakukan dengan mengunduh instrumen pemetaan mutu pendidikan yang terdapat di laman http://pmp.dikdasmen.kemdikbud.go.id dan mencetaknya dalam bentuk instrumen fisik.

Untuk mengisi instrumen fisik tersebut, dilakukan pengumpulan data melalui FGD, rapat, wawancara, dan metode lainnya. Setelah instrumen terisi dengan benar, operator sekolah mengunggah data secara on-line. Bagi SMP Rujukan yang telah melampaui SNP, harus menambahkan indikator baru yang lebih dari SNP. 

Setiap satuan pendidikan yang mengisi instrumen pemetaan mutu pendidikan dan mengunggahnya ke situs tersebut di atas, akan mengetahui rapor mutu masing-masing. Pada Pogram Pemetaan Mutu Pendidikan secara nasional, rapor mutu tersebut diperoleh dengan menyatukan data hasil pengisian aplikasi pemetaan mutu pendidikan, data Dapodik, dan data relevan lainnya. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan, termasuk SMP Rujukan harus mengisi data pemetaan mutu pendidikan dan data Dapodik. Pemetaan mutu pendidikan ini merupakan upaya diagnostik untuk mengetahui pada sub-indikator, indikator, dan pada standar apa yang hasil yang dicapai masih belum sesuai dengan SNP. Oleh karena itu apabila responden di satuan pendidikan termasuk di SMP Rujukan tidak mengisi intrumen PMP dan instrumen Dapodik secara lengkap dan benar, maka akan menghasilkan rapor mutu yang tidak akurat.

3. Penyusunan Rencana Pemenuhan Mutu

Berdasarkan hasil pemetaan mutu dibuat rencana pemenuhan mutu, sesuai kebijakan pendidikan pada tingkat nasional, daerah, dan satuan pendidikan, serta rencana strategis pengembangan satuan pendidikan.

Rencana pemenuhan mutu di tingkat satuan pendidikan dituangkan dalam dokumen RKS (program empat tahunan) dan RKAS (program tahunan) yang meliputi delapan standar. Selain itu juga dibuat dokumen lain seperti RPP.

4. Pelaksanaan Pemenuhan Mutu

Berdasarkan Rencana Pemenuhan Mutu, SMP Rujukan melaksanakan pemenuhan mutu sesuai RKAS dan RKS. Pemenuhan mutu dilaksanakan melalui pengelolaan satuan pendidikan dan kegiatan proses pembelajaran. Luaran dari kegiatan ini adalah terjadinya pemenuhan mutu pendidikan dan capaian SNP yang ditetapkan di satuan pendidikan.

5. Evaluasi/Audit Mutu

Evaluasi dilakukan oleh Tim Evaluasi yang terdiri atas antara lain Wakil Kepala Sekolah, Guru, Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah, dan Komite Sekolah (sebaiknya merupakan personel yang senior) dengan rentang waktu minimal 2 kali setahun pada pertengahan akhir tahun pelajaran. Tim evaluasi internal dapat membuat instrumen evaluasi sesuai kebutuhan. Evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan peningkatan mutu berjalan sesuai rencana yang telah disusun. Evaluasi/Audit mutu ini diharapkan juga dapat melihat tingkat ketercapaian SNP di sekolah untuk dijadikan acuan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Luaran dari kegiatan ini adalah laporan pelaksanaan pemenuhan standar nasional pendidikan dan implementasi rencana pemenuhan mutu oleh satuan pendidikan. Selain itu juga disusun rekomendasi tindakan perbaikan jika ditemukan adanya penyimpangan dari rencana dalam pelaksanaan pemenuhan mutu ini. Dengan demikian ada jaminan kepastian terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Sumber : Pedoman Pembinaan SMP Rujukan, Kemdikbud, 2018

Latar Belakang Pelaksanaan SPMI di Sekolah

11.48 Add Comment
Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan penjaminan mutu pendidikan di satuan pendidikan dasar dan menengah. 

Memenuhi amanat undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, pada tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 28 tahun 2016 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam regulasi ini diatur bahwa Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah terdiri atas Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME).

Sistem Penjaminan Mutu Internal adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan. Dengan menerapkan SPMI ini secara sistematik, terpadu dan berkelanjutan, sekolah akan dapat meningkatkan mutunya secara berkelanjutan sehingga dapat mencapai atau melampaui SNP dalam waktu yang terukur. Penerapan SPMI secara konsisten dan berkelanjutan akan membentuk budaya mutu pada sekolah dan mendorong sekolah melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Penerapan sistem penjaminan mutu di satuan pendidikan dasar dan menengah bertujuan untuk memastikan bahwa keseluruhan unsur yang meliputi organisasi, kebijakan, dan proses-proses yang terkait di satuan pendidikan dapat berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk menjamin terwujudnya budaya mutu di satuan pendidikan. Sistem penjaminan mutu internal (SPMI) pendidikan dasar dan menengah ini mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan. SPMI ditetapkan oleh satuan pendidikan dan dituangkan dalam pedoman pengelolaan satuan pendidikan serta disosialisasikan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan. SPMI dievaluasi dan dikembangkan secara berkelanjutan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah.

Pelaksanaan SPMI disekolah mengikuti siklus SPMI yang terdiri dari : 
  1. Penetapan mutu sebagai acuan, 
  2. Pemetaan mutu, 
  3. Penyusunan rencana pemenuhan mutu, 
  4. Pelaksanaan pemenuhan mutu, dan
  5. Evaluasi/audit mutu.
Siklus tersebut harus dilakukan secara berurut dan berkesinambungan.

Sumber : Pedoman Pembinaan SMP Rujukan, Kemdikbud, 2018

Indikator Keberhasilan Sekolah Rujukan

11.32 Add Comment
Indikator keberhasilan sekolah rujukan terdiri atas:

a. Sekolah yang menerapkan SPMI, yang dicirikan dengan:

  1. menerapkan siklus penjaminan mutu;
  2. memiliki tim penjaminan mutu pendidikan;
  3. meningkatkan mutu sesuai dengan atau melampaui SNP; 
  4. memiliki lulusan sesuai SNP; dan 
  5. berbudaya mutu.

b. Sekolah yang memiliki ekosistem pendidikan kondusif, yang dicirikan dengan: 

  1. memiliki keunggulan dalam bidang SDM sekolah;
  2. memiliki keunggulan dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman; dan
  3. memiliki keunggulan dalam melakukan optimasi sumber daya lingkungan, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.

c. Sekolah yang memiliki berbagai keunggulan dalam Penguatan Pendidikan Karakter  (PPK), yang        dicirikan dengan:
  1. memiliki moral/spiritual dalam kehidupan sehari-hari;
  2. memiliki nasionalisme; 
  3. memiliki bertindak;
  4. memiliki keunggulan dalam menciptakan hubungan harmonis antarwarga sekolah serta antara warga sekolah dengan masyarakat/lingkungan; dan
  5. memiliki keunggukan dalam menumbuhkan integritas dalam segala bidang.
d. Sekolah yang memiliki berbagai keunggulan dalam melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
    yang dicirikan dengan:
  1. memiliki keunggulan menerapkan literasi dalam pembiasaan, pengembangan, pembelajaran; dan
  2. memiliki keunggulan menerapkan literasi dalam bentuk lainnya. 
e. Sekolah yang memiliki berbagai keunggulan-keunggulan lain yang dicirikan dengan: 
  1. memiliki keunggulan di bidang akademik; dan
  2. memiliki keunggulan di bidang non akademik.
f. Sekolah yang berperan sebagai rujukan/model serta pusat sumber belajar bagi sekolah di
   sekitarnya, yang dicirikan dengan:
  1. jumlah sekolah imbas yang mendapat layanan pembinaan;
  2. jumlah sekolah imbas yang telah mengaplikasikan praktik-praktik baik dari sekolah rujukan; dan
  3. jumlah sekolah imbas di sekitarnya yang telah menunjukkan keunggulan dan/atau praktik-praktik baik.
Sumber : Pedoman Pembinaan SMP Rujukan, Kemdikbud, 2018

Landasan Hukum, Tujuan dan Sasaran Sekolah Rujukan Tahun 2018

11.21 Add Comment
LANDASAN HUKUM

Pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah rujukan didasarkan pada:
  1. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4496) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864); 
  5. Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105); 
  6. Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
  7. Peraturan Presiden nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 195); dan
  8. Berbagai Peraturan Menteri Pandidikan dan Kebudayaan yang berkaitan dengan SNP, Penumbuhan Budi Pekerti, dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

TUJUAN

Tujuan penyusunan Panduan Pembinaan SMP Rujukan adalah:
  1. Sebagai pedoman bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pembinaan SMP Rujukan.
  2. Sebagai pedoman bagi SMP Rujukan dalam mengelola dan menyelenggarakan program sekolah rujukan.
SASARAN PENGGUNA PANDUAN

Panduan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan oleh berbagai pihak dalam pengembangan dan pembinaan sekolah rujukan, yaitu:
  1. Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan SMP, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) ;
  2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;
  3. Satuan P endidikan;
  4. Dewan P endidikan;
  5. Komite Sekolah;
  6. Orang tua peserta didik;
  7. Masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
KELUARAN YANG DIHARAPKAN

Keluaran yang diharapkan dengan panduan ini adalah:
  1. Seluruh pemangku kepentingan memahami dengan baik Program Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Rujukan 
  2. Penyelenggaraan SMP rujukan berlangsung secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Sumber : Pedoman Pembinaan SMP Rujukan, Kemdikbud, 2018

Latar Belakang Penyelenggaraan Sekolah Rujukan SMP

11.13 Add Comment
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 disebutkan bahwa pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional Pendidikan (SNP) untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 91 disebutkan: (1) setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu Pendidikan dan (2) penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan; dan (3) penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

Berdasarkan beberapa indikator masih menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih sangat bervariasi, baik antardaerah, antarjenjang, antarstatus sekolah dan antarsatuan pendidikan. Hal ini bisa ditunjukkan dengan hasil akreditasi oleh BAN-S/M, hasil ujian nasional, hasil uji kompetensi guru, peta mutu, dan kemampuan literasi.

Hasil akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN S/M) terhadap 39.035 SMP di seluruh Indonesia, sampai dengan tahun 2017 menghasilkan akreditasi dengan kategori A (37,9%), B (43,9%), C (16,6%) dan Tidak Terakreditasi (1,5%). Angka tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini baru sekitar 37,9 % satuan pendidikan yang memenuhi 8 standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan, yang dengan perolehan akreditasi A. 

Hasil ujian nasional tahun 2017 tingkat SMP dan sederajat menunjukkan prestasi yang juga sangat bervariasi antar pesertadidik. Hal ini bisa dilihat selisih antara nilai terendah, rata-rata dan nilai tertinggi hasil ujian nasional dari masing-masing mata pelajaran berikut: Bahasa Indonesia (26.92; 61.79; 91.39), Bahasa Inggris (25.00; 49.86; 94.70); Matematika (20.00; 49.76; 99.29) dan IPA (21.25; 50.82; 95.50). Jika dilihat lebih lanjut, hasil ujian nasional ini juga bervariasi antar sekolah negeri dan swasta dan antar kabupaten/kota.

Hasil uji kompetensi guru (UKG) juga menjadi salah satu ciri pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan. Hasil UKG untuk bidang pedagogik dan professional tahun 2015 menghasilkan rata-rata 53.02, masih di bawah target nasional sebesar 55. 

Berdasarkan kondisi mutu tersebut, diperlukan adanya pengembangan model pendidikan yang bermutu sesuai dengan SNP di satuan pendidikan. Salah satu program pengembangan satuan pendidikan untuk memenuhi atau melampaui SNP adalah melalui pengembangan Sekolah Rujukan. Pengembangan sekolah rujukan diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mempercepat pencapaian mutu dan pemenuhan SNP di seluruh satuan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan pada sekolah rujukan juga diarahkan untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas, berkarakter, berjati diri Indonesia, dan berkeunggulan komparatif dan kompetitif secara regional dan internasional. Dengan demikian, melalui penyelenggaraan Program Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Rujukan diharapkan akan mempercepat pemerataan dan pemenuhan pencapaian SNP pada tiap satuan pendidikan, karena sekolah rujukan akan menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lainnya.

Sumber : Pedoman Pembinaan SMP Rujukan, Kemdikbud, 2018

Definisi dan Kriteria Sekolah Rujukan SMP Tahun 2018

10.57 2 Comments
A. DEFINISI SEKOLAH RUJUKAN

Sekolah rujukan didefinisikan sebagai sekolah yang dibina Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pemerintah daerah untuk menjadi sekolah acuan bagi sekolah lain di sekitarnya dalam penerapan penjaminan mutu pendidikan secara mandiri, memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), memiliki/mencapai indikator-indikator pendidikan yang lebih dari SNP, dan memiliki prestasi atau keunggulan baik dalam bidang akademik maupun non akademik. 
Maksud diselenggarakannya sekolah rujukan adalah untuk mempercepat pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan atau melampaui SNP serta menciptakan budaya mutu pendidikan di seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Secara lebih rinci tujuan pengembangan sekolah rujukan adalah: 
  1. sebagai laboratorium bagi Kemdikbud dan pemerintah daerah dalam rangka penjaminan dan  peningkatan mutu pendidikan;
  2. menjadi model/contoh dalam menerapkan praktek-praktek baik dalam meningkatkan mutu  pendidikan sesuai atau melampaui SNP dan dapat dirujuk oleh sekolah lain;
  3. sebagai pusat sumber belajar.
B. KRITERIA SEKOLAH RUJUKAN

Kriteria sekolah rujukan adalah:

1. Hasil akreditasi sekolah

Hasil akreditasi sekolah didasarkan keputusan BAN-S/M yang masih berlaku (hasil akreditasi berlaku selama 5 tahun) dengan akreditasi peringkat A. Jika tidak terdapat sekolah dengan akreditasi peringkat A, dapat dipilih sekolah yang terakreditasi dengan peringkat B, atau sekolah terbaik di kabupaten/kota tersebut.

2. Lokasi sekolah 

Jika di suatu kabupaten/kota terdapat beberapa calon sekolah rujukan, maka pemilihan sekolah rujukan diprioritaskan pada sekolah yang terletak di lokasi yang strategis, mudah dan aman, artinya letak sekolah mudah dijangkau oleh sekolah imbas serta berada dalam lingkungan yang bebas dari gangguan keamanan dan bebas dari ancaman bencana alam. Untuk kabupaten/kota yang memiliki lebih dari satu SMP Rujukan diupayakan tidak dalam satu zona yang sama.

3. Pusat Unggulan

Sekolah rujukan diharapkan telah memiliki keunggulan atau memiliki potensi keunggulan. Keunggulan yang dimiliki sekolah rujukan dapat berbentuk keunggulan di bidang akademik maupun non akademik, misalnya inovasi proses pembelajaran, manajemen sekolah, iptek, seni, budaya, olahraga, dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler. 

4. Komitmen Sekolah dan Pemerintah Daerah

Sekolah dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota harus memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu dan bersedia mengimbaskan ke sekolah lain di wilayahnya.

5. Pelaksana Kurikulum 2013

Sekolah rujukan harus sudah melaksanakan kurikulum 2013.

Sumber : Pedoman Pembinaan SMP Rujukan, Kemdikbud, 2018

Postingan Populer