Pengertian Literasi Budaya dan Kewargaan

08.49 Add Comment
Literasi budaya merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi kewargaan adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dengan demikian, literasi budaya dan kewargaan merupakan kemampuan individu dan masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan sosialnya sebagai bagian dari suatu budaya dan bangsa.

Literasi budaya dan kewargaan menjadi hal yang penting untuk dikuasai di abad ke-21. Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaaan, adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial. Sebagai bagian dari dunia, Indonesia pun turut terlibat dalam kancah perkembangan dan perubahan global. Oleh karena itu, kemampuan untuk menerima dan beradaptasi, serta bersikap secara bijaksana atas keberagaman ini menjadi sesuatu yang mutlak.

Prinsip Dasar Literasi Kebudayaan dan Kewargaan

Budaya sebagai Alam Pikir melalui Bahasa dan Perilaku

Bahasa daerah dan tindak laku yang beragam menjadi kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Budaya sebagai alam pikir melalui bahasa dan perilaku berarti budaya menjadi jiwa dalam bahasa dan perilaku yang dihasilkan oleh suatu masyarakat. Bahasa daerah dan tindak laku yang beragam menjadi kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Misalnya, melalui ungkapan dalam bahasa Jawa memayuhayuningbawono kita mengenal falsafah hidup bahwa manusia harus mampu menjaga lingkungan hidupnya. Ungkapan tersebut tidak hanya memiliki arti filosofis, tetapi juga menyiratkan bahwa perilaku manusianya merupakan bagian dari suatu budaya.

Kesenian sebagai Produk Budaya

Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh suatu masyarakat. Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar tentunya menghasilkan berbagai bentuk kesenian dari berbagai daerah dengan membawa ciri khas kebudayaan dari daerahnya masing-masing. Berbagai macam bentuk kesenian yang dihasilkan oleh setiap daerah di Indonesia harus dikenalkan kepada masyarakat terutama generasi muda agar mereka tidak tercerabut dari akar budayanya dan kehilangan identitas kebangsaannya. 

Kewargaan Multikultural dan Partisipatif

Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaaan, adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial. Dengan kondisi seperti ini, dibutuhkan suatu masyarakat yang mampu berempati, bertoleransi,
dan bekerja sama dalam keberagaman. Semua warga masyarakat dari berbagai lapisan, golongan, dan latar belakang budaya memiliki kewajiban dan hak yang sama untuk turut berpartisipasi aktif dalam
kehidupan bernegara.

Nasionalisme

Kesadaraan akan kebangsaan adalah hal penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Dengan kecintaan terhadap bangsa dan negaranya, setiap individu akan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dan menjunjung tinggi martabat bangsa dan negaranya. 

Inklusivitas

Di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang beragam, pandangan dan perayaan inklusivitas sangat berperan untuk membangun kesetaraan warga. Terbangunnya sikap inklusif akan mendorong setiap anggota masyarakat untuk mencari keuniversalan dari budaya baru yang dikenalnya untuk menyempurnakan kehidupan mereka.

Pengalaman Langsung

Untuk membangun kesadaran sebagai warga negara, pengalaman langsung dalam bermasyarakat adalah sebuah laku yang besar artinya untuk membentuk ekosistem yang saling menghargai dan memahami.


Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Pengertian Literasi Digital

08.37 3 Comments
Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat. Namun, literasi informasi baru menyebar luas pada dekade 1990-an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi.

Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? (2011) mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut:
1. Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
2. Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten;
3. Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual;
4. Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
5. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
6. Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru;
7. Kritis dalam menyikapi konten; dan
8. Bertanggung jawab secara sosial.

Aspek kultural, menurut Belshaw, menjadi elemen terpenting karena memahami konteks pengguna akan membantu aspek kognitif dalam menilai konten. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital

Menurut UNESCO konsep literasi digital menaungi dan menjadi landasan penting bagi kemampuan memahami perangkat-perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi. Misalnya, dalam Literasi TIK (ICT Literacy) yang merujuk pada kemampuan teknis yang memungkinkan keterlibatan aktif dari komponen masyarakat sejalan dengan perkembangan budaya serta pelayanan publik berbasis digital.

Literasi TIK dijelaskan dengan dua sudut pandang. Pertama, Literasi Teknologi (Technological Literacy)—sebelumnya dikenal dengan sebutan Computer Literacy—merujuk pada pemahaman tentang teknologi digital termasuk di dalamnya pengguna dan kemampuan teknis. Kedua, menggunakan Literasi Informasi (Information Literacy). Literasi ini memfokuskan pada satu aspek pengetahuan, seperti kemampuan untuk memetakan, mengidentifikasi, mengolah, dan menggunakan informasi digital secara optimal.

Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, yaitu merujuk pada serta tidak bisa dilepaskan dari kegiatan literasi, seperti membaca dan menulis, serta matematika yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, literasi digital merupakan kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan menggunakan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, kemampuan dalam pembelajaran, dan memiliki sikap, berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital.

Pendekatan yang dapat dilakukan pada literasi digital mencakup dua aspek, yaitu pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berfokus pada aspek perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan operasional berfokus pada kemampuan teknis penggunaan media itu sendiri yang tidak dapat diabaikan.

Prinsip pengembangan literasi digital menurut Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama, kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep, pendekatan, dan perilaku. Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang berhubungan dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan inovasi pada dunia digital.


Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Pengertian Literasi Finansial

08.02 2 Comments
Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberikan penekanan mengenai pentingnya inklusi finansial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari literasi finansial. Pengertian inklusi finansial sendiri adalah sebuah proses yang menjamin kemudahan akses, ketersediaan, dan penggunaan sistem keuangan formal untuk semua individu.

Literasi finansial sebagai salah satu literasi dasar menawarkan seperangkat pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola sumber daya keuangan secara efektif untuk kesejahteraan hidup sekaligus kebutuhan dasar bagi setiap orang untuk meminimalisasi, mencari solusi, dan membuat keputusan yang tepat dalam masalah keuangan. Literasi finansial juga memberikan pengetahuan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sebagai amunisi untuk pembentukan dan penguatan sumber daya manusia Indonesia yang kompeten, kompetitif, dan berintegritas dalam menghadapi persaingan di era globalisasi dan pasar bebas dan juga sebagai warga negara dan warga dunia yang bertanggung jawab dalam pelestarian alam dan lingkungan dalam pemenuhan kebutuhan
hidup dan kesejahteraan.

Prinsip Dasar Literasi Finansial
  1. Keutuhan (holistik) unsur-unsur literasi finansial bersinergi dengan lima literasi dasar yang lain, dengan kecakapan abad ke- 21.
  2. Keterpaduan (terintegrasi) dengan kompetensi, kualitas karakter dengan lima literasi dasar lainnya. Keterpaduan dengan berbagai ranah, baik sekolah, keluarga, dan masyarakat.
  3. Responsif terhadap kearifan lokal dan ajaran religi yang ada di Indonesia. Berisi muatan yang mempertimbangkan kearifan lokal dan ajaran religi yang sangat beragam di Indonesia.
  4. Responsif kesejagatan: mempertimbangkan, tanggap, dan memanfaatkan hal-hal yang berkenaan dengan literasi finansial yang berasal dari mana saja (bersifat universal).
  5. Inklusif: merangkul semua pihak dengan terbuka dan setara; membuka kesempatan atau peluang serta kemungkinankemungkinan yang berasal dari pihak lain.
  6. Partisipatif: melibatkan, mendayagunakan, memanfaatkan berbagai pemangku kepentingan literasi finansial, dan berbagai sumber daya yang dimiliki berbagai pemangku kepentingan.
  7. Kesesuaian perkembangan psikologis, sosial, dan budaya: bahanbahan, program, dan kegiatan literasi finansial selaras dengan perkembangan individu, perkembangan sosial, dan budaya yang melingkupi atau menaungi individu.
  8. Keberlanjutan: seluruh program, kegiatan, dan hasilnya harus berlanjut dan saling menopang.
  9. Keakuntabelan semua program, kegiatan, dan hasil literasi finansial harus dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pemangku kepentingan literasi serta bisa diakses dan dikaji kembali oleh pihak lain.


Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Pentingnya Literasi Sains

07.55 Add Comment
Literasi sains merupakan kunci utama untuk menghadapi berbagai tantangan pada abad XXI untuk mencukupi kebutuhan air dan makanan, pengendalian penyakit, menghasilkan energi yang cukup, dan menghadapi perubahan iklim (UNEP, 2012). Banyak isu yang timbul di tingkat lokal ketika individu berhadapan dengan keputusan berkaitan dengan praktik-praktik yang memengaruhi kesehatan dan persediaan makanan, penggunaan bahan dan teknologi baru yang tepat, dan keputusan tentang penggunaan energi. Sains dan teknologi memiliki kontribusi utama terkait dengan semua tantangan di atas dan semua tantangan tidak akan terselesaikan jika individu tidak memiliki kesadaran sains. Hal ini tidak berarti mengubah setiap orang menjadi pakar sains, tetapi memungkinkan mereka untuk berperan dalam membuat pilihan yang berdampak pada lingkungan dan dalam arti yang lebih luas memahami implikasi sosial dari perdebatan para pakar. Hal ini juga berarti bahwa pengetahuan sains dan teknologi berbasis sains berkontribusi signifikan terhadap kehidupan pribadi, sosial, dan profesional. Literasi sains membantu kita untuk membentuk pola pikir, perilaku, dan membangun karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, dan alam semesta, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi.

Individu yang literat sains harus dapat membuat keputusan yang lebih berdasar. Mereka harus dapat mengenali bahwa sains dan teknologi adalah sumber solusi. Sebaliknya, mereka juga harus dapat melihatnya sebagai sumber risiko, menghasilkan masalah baru yang hanya dapat diselesaikan melalui penggunaan sains dan teknologi. Oleh karena itu, individu harus mampu mempertimbangkan manfaat potensial dan risiko dari penggunaan sains dan teknologi untuk diri sendiri dan masyarakat. Literasi sains tidak hanya membutuhkan pengetahuan tentang konsep dan teori sains, tetapi juga pengetahuan tentang prosedur umum dan praktik terkait dengan inkuiri saintifik dan bagaimana memajukan sains itu sendiri. Untuk semua alasan tersebut, literasi sains dianggap menjadi kompetensi kunci yang sangat penting untuk membangun kesejahteraan manusia di masa sekarang dan masa depan.

Pengertian Literasi Sains

Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains (OECD, 2016). National Research Council (2012) menyatakan bahwa rangkaian kompetensi ilmiah yang dibutuhkan pada literasi sains mencerminkan pandangan bahwa sains adalah ansambel dari praktik sosial dan epistemik yang umum pada semua ilmu pengetahuan, yang membingkai semua kompetensi sebagai tindakan.

Prinsip Dasar Literasi Sains
  1. Kontekstual, sesuai dengan kearifan lokal dan perkembangan zaman;
  2. Pemenuhan kebutuhan sosial, budaya, dan kenegaraan;
  3. Sesuai dengan standar mutu pembelajaran yang sudah selaras dengan pembelajaran abad XXI;
  4. Holistik dan terintegrasi dengan beragam literasi lainnya; dan
  5. Kolaboratif dan partisipatif.

Ruang Lingkup Literasi Sains

Literasi sains merupakan bagian dari sains, bersifat praktis, berkaitan dengan isu-isu tentang sains
dan ide-ide sains. Warga negara harus memiliki kepekaan terhadap kesehatan, sumber daya alam, kualitas lingkungan, dan bencana alam dalam konteks personal, lokal, nasional, dan global. Dari sini kita bisa melihat bahwa cakupan literasi sains sangat luas, tidak hanya dalam mata pelajaran sains, tetapi juga beririsan dengan literasi lainnya.

Silahkan download buku pendukung literasi sains.

Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Pengertian Literasi Numerasi

23.31 1 Comment
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam
berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan. Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan
secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel. 

Perbedaan Numerasi dengan Matematika

Numerasi tidaklah sama dengan kompetensi matematika. Keduanya berlandaskan pada pengetahuan dan keterampilan yang sama, tetapi perbedaannya terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Pengetahuan matematika saja tidak membuat seseorang memiliki kemampuan numerasi. Numerasi mencakup keterampilan mengaplikasikan konsep dan kaidah matematika dalam
situasi real sehari-hari, saat permasalahannya sering kali tidak terstruktur (unstructured), memiliki banyak cara penyelesaian, atau bahkan tidak ada penyelesaian yang tuntas, serta berhubungan dengan faktor nonmatematis.

Sebagai contoh, seorang siswa belajar bagaimana membagi bilangan bulat dengan bilangan bulat lainnya. Ketika bilangan yang pertama tidak habis dibagi, maka akan ada sisa. Biasanya siswa diajarkan untuk menuliskan hasil bagi dengan sisa, lalu mereka juga belajar menyatakan hasil bagi dalam bentuk desimal. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang presisi (dengan desimal) sering kali tidak diperlukan sehingga sering kali dilakukan pembulatan. Secara matematis,
kaidah pembulatan ke bawah dilakukan jika nilai desimalnya lebih kecil daripada 5, pembulatan ke atas jika nilai desimalnya lebih besar daripada 5, dan pembulatan ke atas atau ke bawah bisa dilakukan jika nilai desimalnya 5. Namun, dalam konteks real, kaidah itu tidaklah selalu dapat diterapkan. Contohnya, jika 40 orang yang akan bertamasya diangkut dengan minibus yang memuat 12 orang, secara matematis minibus yang dibutuhkan untuk memuat semua orang itu adalah 3,333333. Jumlah itu tentu tidak masuk akal sehingga dibulatkan ke bawah menjadi 3 minibus. Akan tetapi, jika sebuah tempat duduk hanya boleh diduduki oleh satu orang saja, artinya ada 4 orang tidak mendapatkan tempat duduk. Oleh karena itu, jumlah minibus yang seharusnya dipesan adalah 4 buah.
Perlu dicermati bahwa numerasi membutuhkan pengetahuan matematika yang dipelajari dalam kurikulum. Akan tetapi, pembelajaran matematika itu sendiri belum tentu menumbuhkan kemampuan
numerasi. 

Literasi Numerasi merupakan bagian dari matematika. Literasi numerasi bersifat praktis (digunakan dalam kehidupan sehari-hari), berkaitan dengan kewarganegaraan (memahami isu-isu dalam komunitas), profesional (dalam pekerjaan), bersifat rekreasi (misalnya, memahami skor dalam olahraga dan permainan), dan kultural (sebagai bagian dari pengetahuan mendalam dan kebudayaan manusia madani). Dari sini kita bisa melihat bahwa cakupan literasi numerasi sangat luas, tidak hanya didalam mata pelajaran matematika, tetapi juga beririsan dengan literasi lainnya, misalnya, literasi kebudayaan dan kewarganegaraan.


Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Prinsip Dasar Pengembangan dan Implementasi Literasi Baca-Tulis

23.15 Add Comment
Dalam Gerakan Literasi Nasional, literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan berlandaskan pada lima prinsip dasar. Kelima prinsip dasar pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dimaksud adalah keutuhan dan kemenyeluruhan (holistik), keterpaduan (terintegrasi), keberlanjutan (sustainabilitas), kontekstualitas, dan responsif kearifan lokal. Tiap-tiap prinsip dasar tersebut diuraikan secara ringkas sebagai berikut.

1. Prinsip Keutuhan dan Kemenyeluruhan (Holistik)

Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara utuh-menyeluruh (holistik), tidak terpisah dari aspek terkait yang lain dan menjadi bagian elemen yang terkait dengan yang lain, baik internal maupun eksternal. Di sini pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis tidak terpisahkan dari literasi numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan. Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat juga merupakan satu kesatuan dan keutuhan, harus saling mendukung dan memperkuat, tidak merintangi dan menghambat. Lebih lanjut, literasi bacatulis sebagai satu keutuhan literasi dasar perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara serasi, serempak, dan sinkron dengan pengembangan kualitas karakter (dalam Gerakan PPK) dan kompetensi (dalam pelaksanaan Kurikulum 13) sebagai roh utama Kecakapan Abad XXI. Begitu juga pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang dilaksanakan oleh berbagai unit kerja di Kemendikbud dan lingkungan pemerintahan lain (kementerian dan LPNK) serta kelompok masyarakat merupakan satu keutuhan dan kesatuan untuk mencapai tujuan dan maksud GLN, tujuan pendidikan nasional, dan visi pemerintahan.

2. Prinsip Keterpaduan (Terintegrasi )

Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan memadukan (mengintegrasikan) secara sistemis, menghubungkan dan merangkaikan secara harmonis, dan melekatkan literasi baca-tulis secara sinergis dengan yang lain, baik dalam hal kebijakan, program, kegiatan, maupun pelaksana dan berbagai pihak yang mendukung; bukan sekadar tambahan, tempelan, dan sisipan dalam kebijakan, program, dan kegiatan pendidikan dan kebudayaan di ranah sekolah, keluarga, dan
masyarakat. Dalam belajar dan pembelajaran di sekolah, misalnya, program dan kegiatan literasi baca-tulis perlu melekat secara sinergis dengan program dan kegiatan pembelajaran semua mata pelajaran; program dan kegiatan literasi baca-tulis di dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler perlu saling terhubung dan terangkai secara baik; dan guru mata pelajaran, pendamping kegiatan kokurikuler, dan pembina kegiatan ekstrakurikuler yang melaksanakan kegiatan literasi baca-tulis perlu saling melengkapi dan memperkaya. Demikian juga program dan kegiatan literasi baca-tulis di masyarakat harus bisa saling melengkapi dan memperkaya program dan kegiatan
literasi baca-tulis di keluarga. Bahkan, kebijakan literasi bacatulis di Kemendikbud perlu terhubung dan tersatukan dengan kebijakan literasi baca-tulis di kementerian dan LPNK lainnya.

3. Prinsip Keberlanjutan (Sustainabilitas)

Literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan secara berkesinambungan, dinamis terus-menerus, dan berlanjut dari waktu ke waktu, tidak sekali jadi dan selesai dalam satuan waktu tertentu. Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan literasi bacatulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus di samping partisipasi dan keterlibatan berbagai pihak terkait secara terus-menerus diperluas dan diperkuat dari waktu ke waktu. Perbaikan dan peningkatan program dan kegiatan literasi baca-tulis juga dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan berdasarkan praktik baik, hasil evaluasi program, peluang dan tantangan baru yang muncul, dan masalah-masalah pelaksanaan literasi baca-tulis di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat oleh berbagai pemangku kepentingan GLN, khususnya gerakan literasi baca-tulis.

4. Prinsip Kontekstualitas

Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan literasi baca-tulis dikembangkan dan diimplementasikan dengan mendasarkan dan mempertimbangkan konteks geografis, demografis, sosial, dan kultural yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu, sekalipun terikat dengan kebijakan dan program pokok yang tercantum dalam Peta Jalan GLN, secara operasional pelaksanaan atau penerapan kebijakan, program, dan kegiatan literasi baca-tulis di Indonesia bisa beraneka ragam dan berbineka, tidak seragam dan sama. Misalnya, program, jenis, dan bahan kegiatan literasi baca-tulis di daerah urban, satelit, perdesaan, dan perbatasan dapat berbeda sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing, sekalipun tidak boleh asal berbeda. Penyesuaian dan adaptasi sesuai dengan karakteristik daerah dimungkinkan dalam implementasi literasi baca-tulis. Di samping itu, karakteristik sosial dan kultural masyarakat juga diperhitungkan. Sebagai contoh, bentuk dan strategi kegiatan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat mendayagunakan dan memanfaatkan kekayaan sosial dan budaya setempat. Pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis yang peka konteks seperti ini niscaya akan memiliki keberterimaan dan tingkat keberhasilan yang lebih baik.

5. Prinsip Responsif Kearifan Lokal

Literasi baca-tulis tidak berada di ruang vakum sosial dan budaya serta tidak bisa dikembangkan dan diimplementasikan dengan mengabaikan, lebih-lebih meniadakan lokalitas sosial dan budaya. Agar gerakan literasi baca-tulis membumi dan berhasil tujuannya, pengembangan dan implementasi literasi baca-tulis perlu responsif dan adaptif terhadap kearifan lokal; kearifan lokal nusantara yang demikian kaya dan beragam perlu didayagunakan dan dimanfaatkan secara optimal dalam perencanaan dan pelaksanaan literasi baca-tulis di sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga literasi baca-tulis juga mampu merawat, merevitalisasi, dan melestarikan serta meremajakan (rejuvinasi) kearifan lokal Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan kesigapan dan kecekatan para pemangku kepentingan literasi baca-tulis yang ada di berbagai lini GLN, baik di Kemendikbud dan dinas pendidikan dan/atau kebudayaan maupun di lingkungan kementerian dan LPNK lain.



Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Pengertian Literasi Baca Tulis

23.08 Add Comment
Literasi baca-tulis bisa disebut sebagai moyang segala jenis literasi karena memiliki sejarah amat panjang. Literasi ini bahkan dapat dikatakan sebagai makna awal literasi, meskipun kemudian dari waktu ke waktu makna tersebut mengalami perubahan. Tidak mengherankan jika pengertian literasi baca-tulis mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada mulanya literasi baca-tulis sering dipahami sebagai melek aksara, dalam arti tidak buta huruf. Kemudian melek aksara dipahami sebagai pemahaman atas informasi yang tertuang dalam media tulis. Tidak mengherankan jika kegiatan literasi baca-tulis selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis. Lebih lanjut, literasi baca-tulis dipahami sebagai kemampuan berkomunikasi sosial di dalam masyarakat. Di sinilah literasi baca-tulis sering dianggap sebagai kemahiran berwacana.

Dalam konteks inilah Deklarasi Praha pada 2003 mengartikan literasi baca-tulis juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi baca-tulis juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003). Deklarasi UNESCO tersebut juga menyebutkan bahwa literasi baca-tulis terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi bermacam-macam persoalan. Kemampuan-kemampuan tersebut perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan hal tersebut merupakan bagian dari hak dasar manusia yang menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.

Sejalan dengan itu, Forum Ekonomi Dunia 2015 dan 2016 mengartikan literasi baca-tulis sebagai pengetahuan baca-tulis, kemampuan memahami baca-tulis, dan kemampuan menggunakan bahasa tulis. Senada dengan itu, dalam Peta Jalan GLN, literasi baca-tulis diartikan sebagai pengetahuan dan kemampuan membaca dan menulis, mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis, serta kemampuan menganalisis, menanggapi, dan menggunakan bahasa. Jadi, literasi baca-tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.

Di tengah banjir bandang informasi melalui pelbagai media, baik media massa cetak, audiovisual, maupun media sosial, kemampuan literasi baca-tulis tersebut sangat penting. Dengan kemampuan literasi baca-tulis yang memadai dan mantap, kita sebagai individu, masyarakat, dan/atau bangsa tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai informasi yang beraneka ragam yang datang secara bertubi-tubi kepada kita. Di samping itu, dengan kemampuan literasi baca-tulis yang baik, kita bisa meraih kemajuan dan keberhasilan. Tidak mengherankan, UNESCO menyatakan bahwa kemampuan literasi baca-tulis merupakan titik pusat kemajuan.Vision Paper UNESCO (2004) menegaskan bahwa kemampuan literasi baca-tulis telah menjadi prasyarat partisipasi bagi pelbagai kegiatan sosial, kultural, politis, dan ekonomis pada zaman modern. Kemudian Global Monitoring Report Education for All (EFA) 2007: Literacy for All menyimpulkan bahwa kemampuan literasi baca-tulis berfungsi sangat mendasar bagi kehidupan modern karena–seperti diungkapkan oleh Koichiro Matsuura, Direktur Umum UNESCO–kemampuan literasi bacatulis adalah langkah pertama yang sangat berarti untuk membangun kehidupan yang lebih baik (2006).
Silahkan download buku pendukung literasi baca tulis.

Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Literasi Dasar

13.41 Add Comment
Terdapat 6 (enam) literasi dasar yaitu :

1. Literasi Baca dan Tulis

Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.

2. Literasi Numerasi

Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) bisa memperoleh, menginterpretasikan, menggunakan, dan mengomunikasikan berbagai macam angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari; (b) bisa menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) untuk mengambil keputusan.

3. Literasi Sains

Literasi sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, membangun kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta meningkatkan kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains.

4. Literasi Digital

Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina
komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Literasi Finansial

Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan (a) pemahaman tentang konsep dan risiko, (b) keterampilan, dan (c) motivasi dan pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.

6. Literasi Budaya dan Kewargaan

Literasi budaya adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat.

Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Gerakan Literasi Nasional (GLN)

13.31 Add Comment
Untuk meningkatkan minat baca dan menurunkan tingkat buta aksara maka Kemendikbud menyelenggarakan berbagai program Gerakan Literasi Nasional (GLN) melalui program Gerakan Literasi Sekolah, Gerakan Literasi Masyarakat, dan gerekan Litrasi Keluarga, serta kegiatan turunan dari ketiga program tersebut. Gerakan ini merupakan upaya untuk menyinergikan semua potensi serta memperluas keterlibatan publik dalam menumbuhkan, mengembangkan, dan membudayakan literasi di Indonesia. GLN akan dilaksanakan secara masif, baik dalam ranah keluarga, sekolah, maupun masyarakat di seluruh Indonesia.

Tujuan umum Gerakan Literasi Nasional adalah untuk menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup.

Gerakan literasi dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Berkesinambungan
Sebagai suatu gerakan, literasi harus dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan, tidak bergantung pada pergantian pemerintahan. Literasi harus menjadi program prioritas pemerintah yang selalu dikampanyekan kepada seluruh lapisan masyarakat, pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama, cendekia, remaja, orang tua, dan warga masyarakat sehingga budaya literasi terbentuk di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

2. Terintegrasi
Pelaksanaan literasi harus terintegrasi dengan program yang dilaksanakan oleh Kemendikbud dan kementerian dan/atau lembaga lain, termasuk nonpemerintah. Dengan demikian, literasi menjadi bagian yang saling menguatkan dengan program lain.

3. Melibatkan Semua Pemangku Kepentingan
Sebagai suatu gerakan, literasi harus memberikan kesempatan dan peluang untuk keterlibatan semua pemangku kepentingan, baik secara individual maupun kelembagaan. Literasi harus menjadi milik bersama, menyenangkan, dan mudah dilaksanakan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.

Secara umum Gerakan Literasi Nasional (GLN) diselenggarakan pada 3 (tiga) ranah yaitu :

a. Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan literasi sekolah dilaksanakan dengan mengintegrasikannya dengan kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ektrakurikuler. Pelaksanaannya dapat dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas yang didukung oleh orang tua dan masyarakat.

b. Gerakan Literasi Keluarga
Gerakan literasi keluarga dilaksanakan dalam bentuk penyediaan bahan bacaan keluarga, penguatan pemahaman tentang pentingnya literasi bagi keluarga, dan pelaksanaan kegiatan literasi bersama keluarga. Semua anggota keluarga bisa saling memberikan tauladan dalam melakukan literasi di dalam keluarga dengan berbagai macam variasi kegiatan.

c. Gerakan Literasi Masyarakat
Gerakan literasi masyarakat dilaksanakan dalam bentuk penyediaan bahan bacaan yang beragam di ruang publik, penguatan fasilitator literasi masyarakat, perluasan akses terhadap sumber belajar, dan perluasan pelibatan publik dalam berbagai bentuk kegiatan literasi.

Sumber : http://gln.kemdikbud.go.id

Instrumen Budaya Literasi di Sekolah

09.39 3 Comments


INSTRUMEN BUDAYA LITERASI SEKOLAH
(Tiga Tahapan Pelaksanaan GLS di Sekolah
Untuk Membangun dan Mengembangkan Budaya Literasi Sekolah)

Nama sekolah
:
Alamat
:
Alamat Web
:
Telepon
:
Surel (email)Sekolah
:
HP kontak person dansurel
:

Berilah tanda cek (V) pada kolom “sudah” atau “belum” sesuai dengan kondisi di sekolah Ibu/Bapak! Pengisian centang “belum” dapat dilengkapi dengan catatan mengenai “masalah” yang dihadapi (kolom paling kanan).

NO
INDIKATOR
SUDAH
BELUM
MASALAH
(JIKA BELUM)
1
Ada kegiatan 15 menit membaca yang dilakukan setiap hari (di awal, tengah, atau menjelang akhir pelajaran).



2
Kegiatan 15 menit membaca telah berjalan minimal satu semester.



3
Guru menjadi model dalam kegiatan 15 menit membaca dengan ikut membaca selama kegiatan berlangsung.



4
Kepala sekolahdan tenaga kependidikan menjadi model dalam kegiatan 15 menit membaca dengan ikut membaca selama kegiatan berlangsung.



5
Ada Tim Literasi Sekolah (TLS) atau tim sejenis yang dibentuk oleh kepala sekolah.



6
Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas.



7
Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas, koridor, dan area lain di sekolah.



8
Ada poster-poster kampanye membaca untuk memperluas pemahaman dan tekad warga sekolah untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat



9
Ada perpustakaan, sudut baca di tiap kelas, dan area baca yang nyaman dengan koleksi buku nonpelajaran yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan literasi.



10
Perpustakaan sekolah menyediakan beragam buku bacaan (buku nonpelajaran: fiksi dan nonfiksi) yang diperlukan peserta didik untuk memperluas pengetahuannya dalam pelajaran tertentu.



11
Kebun sekolah, kantin, dan UKS menjadilingkungan yang bersih, sehat dan kaya teks. Terdapat poster-poster tentang pembiasaan hidup bersih, sehat, dan indah.



12
Peserta didik memiliki jurnal membaca harian (menuliskan judul bacaan dan halaman)



13
Peserta didik memiliki portofolio yang berisi kumpulan jurnal respon membaca.



14
Peserta didik memiliki portofolio yang berisi kumpulan jurnal respon membaca (untuk SMP minimal dua belas buku nonpelajaran)



15
Jurnal respon peserta didik dari hasil membaca buku bacaan dan/atau buku pelajaran dipajang di kelas dan/atau koridor sekolah



16
Ada berbagai kegiatan tindak lanjut (dari 15 menit membaca) dalam bentuk menghasilkan respon secara lisan maupun tulisan (bagian dari penilaian nonakademik)



17
Ada berbagai kegiatan tindak lanjut (dari 15 menit membaca) dalam bentuk menghasilkan respon secara lisan maupun tulisan dalam pembelajaran (bagian dari penilaian akademik yang terintegrasi dalam nilai mata pelajaran)



18
Kepala sekolah dan jajarannya berkomitmen melaksanakan dan mendukung gerakan literasi sekolah



19
Ada penghargaan terhadap pencapaian peserta didik dalam kegiatan literasi secara berkala



20
Ada kegiatan akademik yang mendukung budaya literasi sekolah, misalnya:   wisata ke perpustakaan atau kunjungan perpustakaan keliling ke sekolah



21
Ada kegiatan perayaan hari-hari tertentu yang bertema literasi



22
Ada unjuk karya (hasil dari kemampuan berpikir kritis dan  kreativitas berkomunikasi secara verbal, tulisan, visual, atau digital) dalam perayaan hari-hari tertentu yang bertema literasi



23
Peserta didik menggunakan lingkungan fisik, sosial,  afektif, dan akademik disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang kaya literasi–di luar buku teks pelajaran–untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran



24
Ada pengembangan berbagai strategi membaca (dalam kegiatan membaca 15 menit dan/atau dalam pembelajaran)



25
Guru melaksanakan “strategi literasi dalam pembelajaran” dalam semua mata pelajaran



26
Sekolah melibatkan publik (orangtua, alumni, dan elemen masyarakat) untuk mengembangkan kegiatan literasi sekolah.



27
Sekolah berjejaring dengan pihak eksternal untuk pengembangan program literasi sekolah dan pengembangan profesional warga sekolah tentang literasi. 



SUMBER DAYA MANUSIA DAN SARPRAS
No
RINCIAN
JUMLAH ORANG
JUMLAH JUDUL
JUMLAH EKSEMPLAR/BUAH
1
Siswa


***

***
2
Guru (termasuk kepala sekolah)

3
Karyawan

4
Buku teks pelajaran

***


5
Buku panduan pendidik


6
Buku pengayaan



a.      Fiksi



b.      Nonfiksi


7
Buku referensi


8
Sumber belajar lain


9
Langganan media online (majalah, jurnal, dll.)


10
Jumlah komputer

***

11
Jumlah komputer yang terhubung internet


Catatan:
1.        Yang bertugas sebagai tenaga perpustakaan adalah …
2.        Hotspot: ada/tidak ada (coret salah satu)
3.        Catatan  lain: …
Gambar/foto/video kondisi dan kegiatan berliterasi ….

Sumber : Pengembangan Budaya Literasi dan Strategi Literasi dalam Pembelajaran SMP, Kemdikbud, 2017

Postingan Populer